BELAKANGAN program #MenyapaNegeriku dari
Dikti memenuhi timeline Twitter saya. Apalagi setelah saya diumumkan lolos
seleksi. Banyak banget yang nanya, pengumumannya di mana? Lihat di website apa?
Cepetan jawab mba, Blablabla. Mungkin mereka nongkrongin website-nya Dikti dari
subuh untuk lihat pengumuman. Sampai website-nya down karena terlalu banyak
diakses orang secara berbarengan.
Sebelumnya, saya nggak menyangka bisa
lolos. Melihat jumlah pendaftar yang melebihi 47 ribu orang, rasanya nggak
perlu menggantungkan harapan tinggi-tinggi. Tapi saya tetap percaya diri, namun
tidak ambisius. Makanya ketika saya kirim formulir pendaftaran ke email Dikti,
saya sudah ikhlas dari awal jika tidak terpilih. Setidaknya, mereka sempat
membaca formulir saya dan syukur-syukur menampung aspirasi saya.
Tapi pas dapat SMS dari panitia, saya
girang bukan main. Sore itu, Rabu 18 November 2015, saya lagi sibuk kerja.
Ngedit berita. Ponsel saya simpan di tas, dua-duanya. Sekitar jam 20.00, saya
baru cek ponsel. Ada 1 unread message, dan 2 missed call di kedua ponsel saya.
Nomornya 021. Waduh, Jakarta, saya pikir. Perkiraan saya waktu itu nomor kantor
yang di Jakarta. Taunya pas saya telepon balik, itu nomor kantor Dikti.
Ternyata saya masuk kandidat program
#MenyapaNegeriku. Waduh, senangnya bukan main. Tapi karena baru kandidat, saya
nggak berharap banyak juga. Lalu saya diminta cek email untuk mengikuti tahap
selanjutnya. Yakni, wawancara elektronik. Sejam kemudian saya balas email Dikti
beserta jawaban yang mereka perlukan. Isinya kurang lebih seperti ini:
Jujur, ketika melihat daftar daerah
tujuan, saya langsung memilih Raja Ampat. Karena sebetulnya hanya itu yang
familiar di telinga saya. Pertimbangan lainnya, saya merasa harus memilih
daerah Papua. Kamu lihat, ada empat daerah di Papua yang jadi tujuan program
#MenyapaNegeriku. Artinya, kondisi pendidikan di sana bisa dibilang kurang
baik. They need us.
Ketika saya mengungkapkan kebahagiaan di
Twitter karena lolos, tanggapan netizen macam-macam. Rata-rata memberi selamat.
Tapi banyak juga yang nyinyir. Misalnya nih, ragu dengan proses penyeleksian, menuntut
transparansi, dibilang random lah, tidak valid, tidak menantang, dan
sebagainya. Ada juga yang merasa lebih baik dari yang lolos seleksi, tapi
mengungkapkannya dengan nada mengancam.
Menurut saya, sikap seperti itu tidak perlu,
teman-teman. Kamu jadi kelihatan desperate.
Jika memang kamu belum lolos seleksi, ya mungkin belum waktunya. Atau kamu
diberi kesempatan untuk menyapa negeri kita ini dengan cara kamu sendiri. Berpikir
dan bersikap positif saja. Lebih baik saling mendoakan daripada saling mencela.
Program ini memberi kesempatan kepada pemuda-pemudi yang non pengajar untuk
berbagi ilmu dan belajar, bukan soal siapa yang lebih baik atau apa.
Mengenai proses penyeleksian pun, saya
yakin Dikti punya cara khusus yang sudah dipertimbangkan matang-matang. Dikti juga
pasti punya alasan sendiri kenapa tidak men-share kriteria peserta yang
dipilih. Malah menurut saya, Dikti jeli memanfaatkan teknologi. Dengan ini,
akan diketahui pula peserta yang gaptek atau tidak. Ini juga salah satu
penghematan anggaran, kan?
Coba kamu bayangkan, kalau tiap peserta
mesti datang ke kantor Dikti atau Dikti menjaring peserta dengan cara blusukan,
akan bengkak dong anggarannya? Nanti malah dibilang pemborosan. Selain itu,
biayanya rawan diselewengkan pula. Sistem daring ini justru supaya transparan
untuk kalangan Dikti. Begitu menurut saya.
Mengenai kegiatan di Raja Ampat nanti,
sudah saya tuliskan rencananya di lembar essay kedua. Intinya, saya ingin berbagi
dan belajar di sana. Berbagi mengenai profesi saya, berbagi bagaimana cara
memandang segala sesuatu dari dua sudut pandang. Seperti filosofi “in her shoes”.
Sebab ini yang akrab dengan saya, karena wartawan dituntut untuk menulis berita
yang berimbang.
Selain itu, saya ingin mereka menerapkan
Positive Mental Attitude (PMA) di kehidupan sehari-hari. Kemudian, membiasakan
menulis. Karena apa ya, menurut saya menulis itu banyak manfaatnya. Bisa untuk
terapi (untuk yang punya masalah mengungkapkan kata-kata secara verbal),
menyampaikan keinginan/ aspirasi. Dan menulis itu murah, tapi bisa memberikan
efek yang luar biasa.
Saya kasih contoh deh. Ibu kita Kartini.
Beliau terkenal karena apa? Karena menulis. Padahal, pahlawan wanita di
Indonesia jumlahnya banyak. Tapi dia yang paling terkenal.
Menulis juga lebih kena di hati. Gini
deh. Kamu kalau tau film-film dari adaptasi novelnya Nicholas Sparks, pasti ada
ciri khas. Yaitu surat. Kamu tau film-filmnya dia gak? Itu lho, The Notebook,
The Longest Ride, Dear John, Message In A Bottle, A Walk To Remember. Hasilnya
apa? Lebih menyentuh filmnya. Di agama saya, Rasul juga dikasih surat oleh
Tuhan untuk menyebarkan kebaikan/ wahyu. Atau kamu pernah nggak dapat surat
cinta? Ya kira-kira begitulah ya.
Soal tujuan ikutan #MenyapaNegeriku,
sama sekali bukan untuk jalan-jalan gratis. Lagipula, belum tentu tempat saya
bertugas nanti di wilayah tujuan utama para penyelam. Karena setahu saya,
Kabupaten Raja Ampat itu luas. Memiliki 610 pulau. Siapa tahu saya di pulau
mana gitu yang namanya aja kamu baru denger. Bisa jadi kan? Tapi toh tidak ada
salahnya menikmati alam Raja Ampat yang tersohor, walaupun saya tidak bisa
menyelam.
Perlu diketahui, saya bukan orang yang
sering traveling atau langsung bersedia diajak jalan-jalan gratis, karena sibuk
bekerja. Sewaktu suami ngajak liburan ke Lampung pun saya harus menolak karena
saya harus kerja. Terakhir waktu saya ke Surabaya, karena ditugaskan oleh
kantor. Ya rata-rata keperluan saya ke luar kota begitu saja, disuruh kantor.
Dan saya belum pernah ke luar Pulau Jawa, apalagi ke luar negeri.
Traveling yang sekaligus liburan itu
pada tahun 2012. Saya sampai resign dari kerjaan waktu itu karena ingin ke
Kediri selama sebulan. Sebab, saya tidak suka jika traveling hanya untuk
jalan-jalan. Saya ingin, setiap saya traveling, ada ilmu baru yang didapat. Dan
selama di Kediri, saya dapat banyak ilmu dan teman.
Saya harap, keberuntungan saya lolos
seleksi #MenyapaNegeriku ini bisa jadi pembelajaran juga untuk saya. Karena
saya ingin sekali belajar budaya daerah Timur. Menurut saya, mereka itu unik
dan tulus. Salah satu aset berharga Indonesia. Setidaknya itu yang saya cerna
dari cerita-cerita mengenai orang Timur.
Segitu dulu sharing soal
#MenyapaNegeriku. Nanti saya pasti akan tulis semua kegiatan saya di sana.
Rencananya, saya akan bikin tiga jenis tulisan. Pertama, cerita-cerita yang
akan diposting di blog saya. Kedua, tulisan berseri untuk disetor ke kantor.
Ketiga, tulisan khusus untuk Dikti. Semua isinya akan berbeda. Semoga
bermanfaat.
~Cili Tami
No comments:
Post a Comment